Sulutplus.news – Gunung Semeru, yang terletak di wilayah perbatasan antara Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur, kembali memperlihatkan peningkatan aktivitas geologis yang mencolok.
Pada Rabu, 9 Juli 2025, gunung tertinggi di Pulau Jawa ini mengalami empat kali erupsi dalam rentang waktu kurang dari 12 jam. Fenomena ini menjadi pengingat bahwa Semeru adalah gunung api aktif yang perlu terus dipantau secara intensif.
Kronologi Letusan Gunung Semeru
Letusan Pertama (00.31 WIB) Kolom abu membumbung setinggi 400 meter dari puncak, atau sekitar 4.076 mdpl. Warna abu yang terlihat berkisar antara putih hingga kelabu, dengan arah sebaran menuju barat daya. Intensitasnya sedang, namun cukup untuk terekam jelas oleh alat seismograf.
Letusan Kedua (06.26 WIB) Aktivitas meningkat dengan kolom letusan mencapai 800 meter di atas puncak. Menurut petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru, Ghufron Alwi, “Kolom abu kali ini lebih tebal dan condong ke arah barat.” Durasi gempa vulkanik tercatat 123 detik dengan amplitudo maksimum 22 mm.
Letusan Ketiga (08.14 WIB) Erupsi paling tinggi hari itu terjadi pada pukul 08.14 WIB, dengan kolom abu mencapai 1 kilometer dari puncak. Warna abu tetap konsisten, putih ke kelabu, dan menyebar ke barat daya serta barat. “Erupsi ini berlangsung selama 214 detik dan menunjukkan intensitas yang cukup tinggi,” ujar Ghufron.
Letusan Keempat (10.23 WIB) Meski secara visual tidak terlihat, alat seismograf mencatat adanya aktivitas vulkanik dengan durasi 118 detik dan amplitudo yang sama, yaitu 22 mm. Ini menunjukkan bahwa aktivitas magma di dalam Semeru masih berlangsung aktif meski tidak selalu tampak secara kasat mata.
Status Waspada dan Imbauan PVMBG
Gunung Semeru saat ini berada pada Level II (Waspada). Lembaga PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) telah memberikan berbagai arahan krusial guna memastikan keamanan masyarakat di sekitar kawasan Gunung Semeru.
Zona larangan aktivitas ditetapkan di sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 8 kilometer dari puncak.
Di luar zona tersebut, masyarakat tidak diperbolehkan beraktivitas dalam radius 500 meter dari tepi sungai, karena potensi perluasan awan panas dan aliran lahar bisa mencapai 13 kilometer dari pusat erupsi.
“Kami mengimbau masyarakat agar tidak mendekati radius 3 kilometer dari kawah, karena berisiko terkena lontaran batu pijar,” tegas Ghufron.
Ancaman Sekunder: Lahar Hujan dan Guguran Lava
Selain letusan langsung, potensi bahaya lain yang perlu diwaspadai adalah lahar hujan dan guguran lava. PVMBG mencatat bahwa aliran sungai yang berhulu di puncak Semeru, seperti Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, menjadi jalur utama pergerakan material vulkanik.
Sungai-sungai kecil yang merupakan anak dari Besuk Kobokan juga berisiko membawa material panas dan lumpur vulkanik ke pemukiman warga, terutama saat hujan deras mengguyur lereng gunung.
Dinamika Semeru dan Kesiapsiagaan Masyarakat
Rentetan letusan dalam satu hari mengindikasikan bahwa Gunung Semeru memiliki pola aktivitas vulkanik yang bersifat eksplosif dan terjadi secara berkala.
Aktivitas ini bukan hal baru, namun intensitasnya yang meningkat dalam beberapa hari terakhir menjadi perhatian serius.
Pemerintah daerah bersama BPBD dan PVMBG terus melakukan pemantauan visual dan seismik, serta melibatkan relawan lokal untuk menyebarkan informasi dan menjaga zona aman. Kamera pengawas dan sistem peringatan dini juga telah diaktifkan untuk mengantisipasi potensi bencana susulan.
Dalam laporan resmi, Ghufron Alwi menyampaikan,
“Kami terus memantau perkembangan aktivitas Semeru. Masyarakat diminta tetap tenang, namun waspada, dan mengikuti arahan dari pihak berwenang.”
Sementara itu, warga di sekitar lereng Semeru mulai melakukan langkah antisipatif, seperti menghindari jalur sungai dan mempersiapkan evakuasi mandiri jika diperlukan.
Gunung Semeru, Simbol Kekuatan Alam yang Perlu Dihormati
Erupsi Gunung Semeru pada 9 Juli 2025 menjadi pengingat bahwa alam memiliki siklusnya sendiri. Dengan empat kali letusan dalam satu hari, Semeru menunjukkan dinamika yang tidak bisa dianggap remeh.
Masyarakat, pemerintah, dan lembaga terkait harus terus bersinergi dalam menjaga keselamatan dan meningkatkan kesiapsiagaan.
Gunung Semeru bukan hanya ikon geografis Jawa Timur, tetapi juga simbol kekuatan alam yang menuntut kehati-hatian dan penghormatan. Tetap waspada, tetap aman, dan jangan abaikan peringatan resmi.***


