Mitra, Sulutplus.news – Lanskap Hutan Konservasi Ratatotok yang semestinya menjadi ruang edukatif dan riset lingkungan, kini menghadapi ancaman nyata.
Kawasan yang dikenal dengan sebutan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri semakin terganggu oleh maraknya aktivitas pertambangan liar yang terjadi secara sistematis dan mengabaikan aturan hukum.
Laporan terbaru, Hutan Konservasi Ratatotok menjadi sasaran penambang emas ilegal.
Aktivitas ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga menodai esensi dari kawasan konservasi itu sendiri.
Dugaan Keterlibatan Aparat
Praktik penambangan tanpa izin tersebut, dikabarkan mendapat perlindungan dari sejumlah oknum yang seharusnya bertugas menjaga hutan konservasi.
Nama-nama seperti Stif Aring, Edi, dan Niky disebut dalam investigasi sebagai aktor pungutan liar yang rutin menarik “setoran” dari para penambang.
Bahkan, Kepala DLH Mitra, Royke Lumingas, turut dikaitkan dalam skema pembiaran ilegal.
Seperti diketahui, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No: 175/Menhut-II/2014, Hutan Konservasi Ratatotok ditetapkan sebagai kawasan pendidikan dan penelitian lingkungan. Seluruh bentuk tambang di area ini dinyatakan ilegal.
Pelanggaran tersebut bertabrakan langsung dengan tiga undang-undang nasional yang mengatur pertambangan, perlindungan hutan, dan lingkungan hidup.
Jerat Hukum Menanti, Namun Aksi Nyata Masih Minim
Meski ancaman hukuman cukup serius, mulai dari denda miliaran rupiah hingga hukuman penjara selama belasan tahun, tindakan nyata dari aparat penegak hukum belum terlihat jelas.
Aktivitas tambang tetap berjalan dan merusak keberlangsungan Hutan Konservasi Ratatotok sebagai paru-paru edukatif Sulawesi Utara.
Seruan Publik untuk Penyelamatan Hutan Konservasi Ratatotok
Ketua PAMI Perjuangan Sulut Jeffrey Sorongan menyerukan pembentukan tim gabungan dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan ESDM untuk menindak tegas para pelaku dan oknum terkait.
Desakan agar hukum ditegakkan bukan sekadar formalitas, melainkan keharusan demi menjaga warisan alam yang mulai terkikis oleh kepentingan ekonomi sesaat.***

