Sulutplus.news – Insiden kebakaran yang menimpa KM Barcelona 5 di sekitar perairan Pulau Talise, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, telah memicu gelombang kritik keras terhadap sistem pengawasan keselamatan kapal di Indonesia.
Peristiwa ini menjadi titik tolak baru dalam menilai sejauh mana standar keselamatan pelayaran dipatuhi dan diawasi oleh pihak berwenang.
KSOP Disorot: Tanggung Jawab dan Kelalaian
Anggota Komisi V DPR RI, Hamka B. Kady, melontarkan kritik pedas terhadap Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan.
Ia menilai lemahnya pengawasan menjadi pemicu utama tragedi KM Barcelona 5, menyusul tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya beberapa hari sebelumnya.
Dua insiden dalam waktu dekat ini menggambarkan buruknya pengelolaan keselamatan transportasi laut.
Temuan Awal KNKT: Kelalaian dalam Prosedur Keberangkatan
Dari hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), diketahui bahwa prosedur pengecekan kelayakan kapal sebelum berangkat tidak dijalankan secara optimal.
Hamka menekankan bahwa tanggung jawab atas kelayakan teknis kapal merupakan kewajiban penuh KSOP, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008.
Kekurangan Personel Bukan Alasan Valid
Menurut Hamka, dalih mengenai minimnya personel tidak dapat dijadikan pembenaran atas lemahnya pengawasan. KSOP sebagai ujung tombak pengawasan pelayaran memiliki kewajiban hukum untuk memastikan keselamatan kapal sebelum berangkat dari pelabuhan.
Peraturan telah mengamanatkan hal tersebut secara jelas, dan pelanggarannya dapat mengancam keselamatan publik.
Muatan Berlebih: Ancaman Nyata yang Diabaikan
Dalam kunjungan mendadak ke salah satu pelabuhan, Hamka menyaksikan secara langsung praktik keberangkatan kapal yang melebihi kapasitas muatan.
Ia menyebut hal ini sebagai praktik yang lazim namun sangat membahayakan. Muatan berlebih dapat memicu ketidakseimbangan kapal, memperbesar risiko kecelakaan, dan membuktikan lemahnya pengawasan teknis oleh KSOP.
DPR RI Minta Evaluasi Menyeluruh Sistem Pelayaran
Komisi V DPR RI mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi besar-besaran terhadap sistem keselamatan pelayaran, khususnya dalam aspek inspeksi teknis dan manajemen risiko di pelabuhan.
Tragedi KM Barcelona 5 disebut sebagai peringatan keras bagi semua pihak agar tidak lagi mengabaikan protokol keselamatan.
Perlu ada pembenahan sistemik dan ketegasan dalam implementasi regulasi.
KM Barcelona 5 Sebagai Titik Evaluasi Nasional
Insiden KM Barcelona 5 bukan hanya tragedi, tapi juga refleksi atas retaknya sistem keselamatan transportasi laut di negeri ini.
Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan dan instansi terkait, harus mengambil langkah konkret agar kejadian serupa tidak kembali terjadi. Evaluasi menyeluruh, transparansi dalam pengawasan, dan peningkatan sumber daya menjadi kunci utama reformasi.***







