MANADO — Pemerintah pusat melalui Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 182.K/MB.01/MEM.B/2025 menetapkan 11.450 hektare lahan tambang emas di Sulawesi Utara (Sulut) sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Penetapan ini mencakup 30 blok dan mendapat restu langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang menegaskan komitmen pemerintah dalam melegalisasi aktivitas tambang rakyat.
Dari total luas tersebut, 10.850 hektare mencangkup empat daerah di wilayah Bolaang Mongondow Raya (BMR), sisanya berada di Minahasa Tenggara:
-Bolaang Mongondow 7.050 Hektare
-Bolaang Mongondow Selatan 1.600 Hektare
-Bolaang Mongondow Timur 1.800 Hektare
-Bolaang Mongondow Utara 400 Hektare
-Minahasa Tenggara 600 hektare
Respon Pemerintah Daerah dan Pusat
Gubernur Sulut, Yulius Selvanus Komaling (YSK), menyebut penetapan ini sebagai bukti nyata komitmen pemerintah daerah dalam memperjuangkan legalitas dan perlindungan bagi para penambang rakyat.
Sementara itu, Dirjen Mineral dan Batubara, Bambang Suswantono, menilai langkah ini sebagai bentuk keseriusan Sulut dalam mengembangkan pertambangan rakyat yang berkelanjutan.
Ia menegaskan bahwa pemerintah pusat akan mendampingi dari sisi pengawasan dan peningkatan produktivitas.
Pidato Presiden: Dukungan dan Peringatan
Dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI, Presiden Prabowo menyampaikan dukungan terhadap tambang rakyat melalui koperasi.
Namun, ia juga mengeluarkan peringatan keras terhadap praktik tambang ilegal, termasuk keterlibatan oknum TNI/Polri.
“Kalau rakyat yang nambang, ya sudah kita bikin koperasi, kita atur, kita legalkan. Tapi jangan alasan rakyat, tau-tau menyelundup, ratusan triliun nyelundup,” tegas Prabowo.
Presiden juga meminta dukungan dari seluruh partai politik untuk menindak tegas pelaku tambang ilegal, termasuk dari partainya sendiri.
Apa Tantangannya?
Meski penetapan WPR ini memberi angin segar bagi penambang di Sulut, sejumlah tantangan tetap mengintai:
– Legalitas VS Pengawasan: Bagaimana memastikan koperasi tambang benar-benar beroperasi sesuai aturan?
– Lingkungan: Apakah ada kajian dampak lingkungan dari pembukaan ribuan hektare tambang rakyat?
– Transparansi: Siapa yang mengelola koperasi dan bagaimana mekanisme distribusi keuntungan?
Penetapan WPR di Sulut adalah langkah besar menuju legalisasi tambang rakyat.
Namun, tanpa pengawasan ketat, transparansi, dan perlindungan lingkungan, kebijakan ini bisa menjadi pedang bermata dua.(*)