SPNews, Sulut – Harga kopra di Sulawesi Utara (Sulut) mengalami kenaikan yang signifikan hingga mencapai 200 persen di triwulan dua tahun 2025.
Kabar ini tentunya menjadi berkah tersendiri bagi petani kopra di Sulut. Sebab, beberapa tahun terakhir, harga kopra anjlok hingga mencapai Rp8 ribu perkilo.
Namun per Mei 2025, harga kopra di beberapa daerah di Sulut sudah naik, bahkan ada yang sampai Rp30 ribu perkilo.
“Alhamdulillah harga kopra sudah naik hingga Rp30 ribu perkilo,” terang Haimin Paptungan, Petani Kopra asal Dumagin, Kabupaten Bolsel, Jumat, 23 Mei 2025.
Tak hanya di Bolsel, Hermanto Mohonis, seorang petani muda dari Kecamatan Tabukan Utara mengaku sangat bersyukur atas lonjakan harga tersebut.
“Sebagai petani kopra, saya sangat bersukacita. Ini benar-benar berkat terindah yang kami terima,” ungkap Hermanto dengan semangat, Rabu, 21 Mei 2025.
Menurut Hermanto, kenaikan harga kopra ini membawa harap besar untuk kesejahteraan petani dengan menatap masa depan optimisme.
“Untuk itu, kami petani berharap kenaikan ini tidak hanya kejadian sesaat. Kami ingin pertanian kopra di Sangihe bangkit dan berkelanjutan,” harap Hermanto.
Penyebab Harga Kopra di Sulut Naik
Permintaan kopra di Sulut meningkat pada triwulan kedua tahun 2025, sementara produksi kopra di Sulut menurun akibat cuaca yang tidak menentu. Sehingga pasokan kopra di pasaran berkurang.
Biasanya, pengusaha dapat membeli hingga 15.000 ton kopra per hari, namun saat ini hanya sekitar 7.000 hingga 10.000 ton yang tersedia.
“Permintaan tetap tinggi, tetapi pasokan menurun. Hal ini mendorong harga naik,” jelas Ishak Kandowangko, seorang pengusaha kopra di Manado.
Petani Kopra Sulut Sejahtera
Kenaikan harga kopra ini tentunya berdampak postif bagi petani di Sulut. Terutama soal kesejahteraan mereka.
Karena pastinya pendapatan akan naik dan dapat menopang kehidupan para petani.
Harga Tempurung Ikut Naik
Adanya kenaikan harga kopra ini juga melonjakan harga tempurung dari Rp6. ribu menjadi Rp9 ribu per kilogram.
Kenaikan ini memberikan tambahan pendapatan bagi petani yang memanfaatkan limbah tempurung kelapa untuk produksi arang.***