Sulutplus.news – Di era komunikasi digital yang serba cepat, aplikasi pesan instan seperti WhatsApp telah menjadi alat utama dalam interaksi pejabat publik.
Namun, kemudahan ini menyimpan risiko yang tak bisa diabaikan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menegaskan bahwa penggunaan teknologi oleh pejabat harus disertai dengan tanggungjawab etis dan hukum.
Peringatan ini bukan sekadar retorika, melainkan sinyal kuat bahwa integritas digital kini menjadi bagian dari pengawasan antikorupsi.
KPK telah mengembangkan sistem informasi yang mampu melacak aktivitas digital secara menyeluruh.
Ketika nomor ponsel seorang pejabat masuk dalam proses penyelidikan, seluruh komunikasi yang dilakukan melalui aplikasi seperti WhatsApp dapat dianalisis.
Ini mencakup pesan pribadi, dokumen, hingga konten multimedia yang dikirimkan melalui platform tersebut.
Kemampuan ini bukan hanya menunjukkan kecanggihan teknologi yang dimiliki lembaga antirasuah, tetapi juga memperluas cakupan pengawasan terhadap perilaku pejabat, bahkan di ruang yang sebelumnya dianggap privat.
Salah satu aspek penting yang ditekankan oleh KPK adalah penggunaan saluran komunikasi personal untuk menyampaikan konten yang tidak sesuai norma.
Meski terdengar ekstrem, kenyataannya banyak pelanggaran etika yang bermula dari komunikasi informal.
Ketika pejabat menggunakan WhatsApp untuk menyebarkan konten yang tidak sesuai dengan norma jabatan, mereka tidak hanya melanggar etika, tetapi juga membuka celah hukum yang bisa dimanfaatkan dalam proses penyelidikan.